Sporty Magazine official website | Members area : Register | Sign in

Anak sebagai pahlawan sang orang tua

Share this history on :
1. Sinar namanya. Bocah berumur enam tahun tersebut juga menjadi sinar bagi sang bunda. Membantu memindahkan ibunya yang lumpuh menjadi keseharian Sinar. Penuh kasih sayang Sinar mengurus ibunya.
Sudah dua tahun Murni lumpuh karena terjatuh. Sejak itu pula hidupnya tergantung pada sang anak. Makan, minum, mandi, hingga buang air. Memasak nasi untuk sang ibu sudah pasti jadi tugas Sinar. Hanya nasi. Tidak ada lauk apa pun. Simpati tetangga dan kerabat terkadang menguatkan Sinar dan ibunya menghadapi hidup.

Bocah kelas satu sekolah dasar ini bahkan kerap terlambat ke sekolah karena harus mengurus ibunya. Sinar adalah bungsu dari enam bersaudara. Lima kakaknya yang juga belum dewasa tinggal terpisah. Mereka menjadi pembantu rumah tangga. Ini terpaksa dilakukan karena masalah ekonomi.

Sementara sang ayah sudah sekian tahun merantau ke Malaysia. “Tidak pernah kirim surat,” kata Murni, baru-baru ini, mengenai suaminya yang merantau ke Malaysia. Hanya album foto-foto keluarga yang jadi pengobat rindu pada anak-anak dan sang suami.
Rumah Murni di Desa Riso, Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, pernah ramai saat pemilihan umum lalu. Poster dan foto-foto calon legislatif masih menempel di mana-mana. Pemilu usai, Sinar dan ibunya pun terlupakan. Tapi Sinar selalu ada di sini. Ia menerangi rumah ini.


Sangat mengharukan! Itulah sebagian besar ungkapan penonton saat melihat tayangan di SCTV tentang kisah anak usia 6 tahun mengurus ibunya yang lumpuh. Bahkan tidak sedikit yang menitikkan air mata saat menyaksikan  Sinar, nama bocah belia itu menampakkan bakti, cinta dan kasih sayangnya pada sang bunda, mengabaikan masa kecilnya pada saat anak-anak seusianya menghabiskan waktunya dengan bermain, sementara ia harus berada di samping bundanya yang sakit sejak dua tahun lalu.

Rumah Murni, nama ibu yang lumpuh ini terletak Desa Riso, Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, Walau tampak jauh dari keramaian kota, tapi rumah Murni juga tidak luput dari keramaian Pemilu lalu. Terbukti dengan banyaknya sticker partai dan caleg yang tertempel di dinding rumah kayu sangat sederhana itu. Tapi sepertinya para politisi dan kader partai itu abai dengan apa yang terjadi di tengah keluarga miskin ini. Para tetanggalah yang terkadang memberikan bantuan ala kadarnya untuk Murni dam putrinya, Sinar. Karena suami Murni sendiri merantau ke Malaysia.

Sinarlah yang membantu dan menemani ibunya selama ini. Mulai dari memindahkan atau menggeser tubuhnya, masak, makan, minum, mandi hingga buang air. Semua itu ia kerjakan sendiri dengan penuh cinta. Tayangan yang ditampilkan SCTV ini bahkan sanggup meruntuhkan air mata mereka yang menyaksikannya. Ada rasa iba dan takjub sekaligus melihat bocah usia 6 tahun yang tampak penuh tanggung jawab melakukan tugas mulianya, sambil mengusap mesra pipi ibunya.

Bocah kelas satu Sekolah Dasar ini bahkan kerap terlambat ke sekolah karena harus mengurus ibunya. Begitu pula setelah pulang sekolah. Nyaris seluruh waktunya telah ia persembahkan bagi ibunya yang sakit parah. Walaupun Sinar memiliki lima orang kakak dan juga belum dewasa, namun mereka semua tinggal terpisah dengannya. Faktor ekonomi membuat mereka menjadi pembantu rumah tangga.

Kisah Sinar, bocah belia usia 6 tahun ini mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya berbakti kepada kedua orang tua. Walau di antara kita mungkin ada yang bertanya, apakah karena usianya yang masih sangat belia itu yang membuat Sinar mampu memahami arti berbakti kepada orang tua? Karena kita sendiri heran melihat perilaku seorang anak yang sudah dewasa justru tak sudi melayani ibunya yang renta dan tak mampu lagi berbuat apa-apa. Ia telah kehabisan cinta dan kasih sayang untuk ibunya.

Tapi begitulah tuhan mengajarkan kepada kita tentang cinta kasih kepada orang tua melalui anak kecil ini. IA telah letakkan dalam hatinya pada saat banyak manusia yang justru tak memilikinya. Semoga saja ibu Murni dapat segera sembuh dari penyakit yang menimpanya. Dan putrinya, Sinar, senantiasa diberikan kekuatan oleh tuhan berbakti kepada ibunya.
Kisah Sinar, bocah kelas satu Sekolah Dasar Tondo Pata, Polewali Mandar, Sulawesi Selatan, ternyata menggugah nurani banyak orang. Sejumlah dermawan memberikan berbagai bantuan seperti pakaian, beras, uang hingga kasur untuk tidur. Bahkan beberapa dermawan lainnya akan membantu biaya sekolah Sinar.

Cinta bocah bernama Sinar pada ibunya juga telah menginspirasi Charlie, vokalis band ST12. Sebagai bentuk simpati, Charlie menciptakan lagu berjudul Sinar Pahlawanku. Bukan hanya mencipta lagu, ST12 bahkan menginap di rumah anak perempuan berusia enam tahun itu.
Sontak rumah warga Dusun Tondo Pata, Desa Riso, Kecamatan Tapango, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, menjadi ramai. Penduduk berdatangan untuk melihat band Ibu Kota. Sementara bagi ST12, mereka ingin melihat langsung ketabahan dan kegigihan Sinar merawat ibunya yang lumpuh.

Kebiasaan sehari-hari Sinar, yaitu memasak dan mencuci pakaian. Semua dilakukan seorang diri karena para saudaranya sudah tidak tinggal di rumah. Jangan menangis sayang, ini hanyalah cobaan Tuhan. Hadapi semua dengan senyuman, dengan senyuman. ST12 berharap, bait lagu ciptaan untuk Sinar bisa menguatkan anak yang mencintai ibunya itu

2. Adit, Anak Usia 5 Tahun Dalam Merawat Ibunya Yang Lumpuh
Kesabaran Adit, Anak Usia 5 Tahun Dalam Merawat Ibunya Yang Lumpuh.
sahabat blog, simaklah kisah nyata berikut ini. Di daerah Nganjuk, Jawa Timur, ada seorang anak kecil yang shalih. Namanya adalah Muhammad Aditya. Ia dilahirkan dari pasangan Sunarti (ibunya) dan Rudi (ayahnya). Ayah dan ibu Aditya adalah keluarga yang bahagia dan sejahtera. Orang tua Aditya selalu bersyukur karena senantiasa mendapatkan kesehatan dan berkesempatan menghirup udara segar dunia. Walaupun mereka serba kekurangan, mereka tidak ada rasa mengeluh dan putus asa. Sikap pantang menyerah itulah yang kelak diikuti putranya, Aditya.

Nah, sahabat, suatu ketika musibah datang menimpa Sunarti, Ibu Aditya. Sunarti tiba-tiba mengalami perdarahan hebat setelah melahirkan putranya, yang tiada lain adalah Aditya, pada tahun 2006. Pada mulanya, Sunarti mengira bahwa ia hanya menderita perdarahan biasa. Namun, dari bulan ke bulan, sakitnya itu menjalar ke seluruh bagian tubuhnya. Sungguh naas, Sunarti kemudian menderita kelumpuhan. Praktis, sejak tahun 2007, sehari-hari, Sunarti hanya bisa berbaring di kamar.

Beruntung, Sunarti memiliki suami yang pengertian, Rudi dan anaknya Aditya yang masih kecil. Sebagai suami yang bertanggung jawab, Rudi merawat istrinya dengan sabar. “Sudahlah ibu, serahkan semua pada yang kuasa. Ibu yang sabar ya!. Semua ini pasti ada hikmahnya,” katanya dengan nada lirih sembari berusaha menahan air mata. Rudi praktis berhenti bekerja beberapa saat. Sehari-hari, ia hanya merawat istrinya sambil terus berdo’a agar istrinya segera diberi kesembuhan. Sebenarnya, dalam hati ia ingin istrinya dirawat di rumah sakit. Namun, karena tidak adanya biaya, terpaksa istrinya dirawat di rumahnya sendiri yang sederhana itu.

Melihat orang tuanya menderita sakit, Aditya merasa bersedih. Aditya hanya bisa menangis seolah tidak terima dengan kenyataan yang dialami ibunya. “Ayah, ibu kenapa sampai seperti ini?,” kata Aditya kepada ayahnya sembari menangis terbata-bata tatkala melihat ibunya sakit. Lalu, Ayahnya memberikan pengertian agar Adit tidak terus menerus larut dalam kesedihan. “Ibumu sedang sakit nak, kamu jangan cengeng ya!, kasihan ibumu kalau kamu nangis terus-terusan. Yang sabar ya sayang!,” kata ayahnya menguatkan hatinya agar tabah menghadapi penderitaan itu.

Karena sakit yang diderita ibunya itulah, memaksa ayahnya mengambil tugas-tugas rumah tangga seperti menyapu halaman, mencuci piring, menanak nasi dan lauk pauknya dan mencuci baju. Aditya seringkali diajak ayahnya tatkala mengerjakan tugas rumah tangga itu. Pada mulanya Aditya hanya melihat-lihat yang dilakukan ayahnya itu. Hanya sesekali saja ia membantu ayahnya seperti menyapu halaman rumah. Namun, lama-kelamaan Aditya menjadi tergugah hatinya untuk membantu beban ayahnya dalam merawat ibunya.
Di pagi hari itu, matahari belum beranjak dari peraduanya. Hawa dingin menyelimuti daerah Nganjuk. Ayah Aditya telah bangun dari tidurnya untuk melaksanakan sholat subuh. Selesai sholat, ayahnya langsung menanak nasi dan lauk pauknya yang dipersiapkan khusus untuk sarapan mereka. Adit pun akhirnya bangun dan melihat makanan telah siap di meja makan. Sementara ibunya terkulai lemas di kamar, tetapi dalam kondisi terjaga. Ayahnya segera menyuapi makanan buat istrinya. “Buk, ayo segera dimakan. Mulutnya dibuka ya, bismillahirrahmanirrahim” kata ayahnya.

Namun, tak lama kemudian, ayahnya berfikir keras bagaimana mencukupi kebutuhan keluarganya yang semakin sengsara itu. Ia lalu memutuskan untuk bekerja di luar kota, yakni Jombang. Praktis di rumah hanya ada Aditya dan ibunya yang terbaring sakit. “Anakku, ayah pamit dulu ya, ayah harus bekerja di luar kota. Ibumu tolong djiaga ya” begitu pesan ayahnya sebelum meninggalkan rumah. “iya ayah. Adit akan berusaha merawat ibu semampunya”. Jawab Aditya.

Aditya semakin menderita karena ditinggal ayahnya. Namun, ia berusaha tetap tegar. Semenjak ditinggal ayahnya Aditya terpaksa menjadi “perawat” ibunya. Aditya mengerti bahwa orang tuanya kurang mampu sehingga tidak mungkin dirawat di rumah sakit. Aditya menjadi satu-satunya harapan ibunya di rumah. Ibunya memang tidak memiliki keluarga kecuali ayahnya dan Aditya sendiri.

Mulai saat itulah Aditya berubah menjadi sosok yang dewasa. Di umur lima tahun, Aditya sudah harus melakukan pekerjaan rumah tangga yang seharusnya dilakukan orang dewasa. Demi hormat kepada ibunya, ia melakukan tugas rumah tangga dengan sabar. Ia mulai mengambil alih tugas ayahnya seperti menyapu halaman, menanak nasi dan lauk pauknya dan mencuci baju serta mencuci piring. Ia juga merawat ibunya seperti menyiapkan makanan, menyuapi ibunya serta memandikan ibunya. Sebuah pemandangan yang mengharukan sahabat.

Aditya mengerti akan tugas-tugasnya dalam merawat ibunya. Di saat teman-teman seusianya bermain di luar, Aditya lebih memilih dekat dengan ibunya. Aditya dengan sabar menunggui ibunya tanpa rasa beban. Suatu ketika Aditya diajak temannya untuk bermain di luar rumah, tetapi Aditya menolaknya dengan halus. “Adit, ayuk bermain sepak bola di lapangan,” kata sebagian temanya. “Maaf tidak bisa. Saya harus menjaga ibuku. Ibuku sakit” jawabnya.

Sedemikian cinta dan hormat kepada ibunya, Aditya rela melakukan pekerjaan yang umumnya dianggap menjijikkan. Suatu ketika, ibunya ingin buang air kecil. Ibunya memanggil Aditya untuk meminta pertolongannya. “Adiiit, kesini naaak, ibu mau kencing” seru ibunya. Mendengar ibunya butuh pertolongan, Aditya dengan sigap segera bergegas sembari mengusap tangannya yang basah dengan sapu tangan. Iya, Aditya saat itu sedang mencuci bajunya dan baju ibunya di sumur belakang rumah. “iya bu, Adit segera kesitu. Adit sedang menyuci baju ni”. Jawabnya.
Aditya telah sampai di dekat ibunya yang sejak dari tadi menahan kencing. Namun, belum sempat membawa ibunya ke kamar kecil, ibunya tak mampu lagi menahannya sehingga basahlah sebagian pakaiannya. Ibunya merasa malu sekaligus serba salah. Aditya langsung saja menggambil handuk dan mengganti pakaian ibunya. Tak lupa, Aditya juga mencuci baju ibunya yang basah itu. “buk, berbaring ya, Adit ganti pakaian ibu”. Katanya.

sungguh mulia hati Aditya. Ia sehari-hari merawat ibunya dengan sabar. Karena merawat ibunya itulah Aditya terpaksa tidak punya waktu untuk bersekolah, apalagi bermain-main dengan teman-teman sebayanya. Waktunya sepenuhnya dicurahkan untuk melayani ibunya. Siang malam ia selalu ada di dekat ibunya. Kalaupun terpaksa keluar, itu karena urusan yang sangat penting seperti membeli makanan dan obat-obatan.
Nasib malang Aditya dan ibunya yang sakit akhirnya diketahui oleh masyarakat sekitarnya termasuk pemerintah desa setempat dan kalangan wartawan. Kisah pilu Aditya lalu menjadi berita heboh yang mengundang kepritahinan masyarakat luas. Bulan April 2011, Ibu Aditya kemudian dibawa ke RSUD Nganjuk untuk dirawat dan pengobatan. Sedangkan Aditya dibawa ke UPT Pelayanan Sosial Nganjuk untuk dititipkan dan dididik. Mereka terharu dengan nasib Aditya dan ibunya. Seorang anak kecil yang luar biasa pengorbanannya demi cinta pada ibunya
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

1 comments:

Obat Asma Tradisional mengatakan...

alhamdulillah akhirnya ada juga mengubahnya...semoga Adit bisa sekolah dan jadi anak yang berguna untuk semua orang..

Posting Komentar