Tawuran yang kian marak dikalangan pelajar dan mahasiswa diartikan
sebagai bukti kebijakan pendidikan yang ada selama ini gagal. Hal ini
dikatakan oleh anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Rohmani.
"Kebijakan
pendidikan yang selama ini dibangun pemerintah terlalu berorientasi
pada nilai atau akademik semata. Semua potensi pendidikan diarahkan
untuk mengejar nilai ujian," katanya di Jakarta, Sabtu (29/9).
Kebijakan pendidikan yang berorientasi pada "score test" dilihat sebagai sebab maraknya tawuran pelajar akhir-akhir ini.
"Sekarang
kita memetik kebijakan yang selama ini dibuat pemerintah," kata
legislator yang membidangi masalah pendidikan, kebudayaan, olahraga dan
pariwisata itu.
Ia mengatakan bahwa anak didik yang lemah secara
akademik akan termarjinalkan oleh sistem yang ada saat ini. Contohnya,
kata dia, anak yang gagal ujian nasional dicap sebagai siswa yang bodoh.
"Seharusnya pendidikan tidak memberikan stempel pintar atau bodoh. Kesuksesan pendidikan tidak sebatas akademik," katanya.
Ditegaskannya
bahwa ujian nasional patut dievaluasi, karena telah melahirkan pelajar
yang ada seperti saat ini, yakni tidak membangun karakter anak didik." sumber
inilah 7 penebab terjadinya tawuran antar pelajar :
1. Faktor internal.
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan
adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti
adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua
rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak.
Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada
remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi,
apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka
biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan
orang / pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara
tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering berkelahi,
ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi,
memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan
memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat
membutuhkan pengakuan.
2. Faktor keluarga.
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada
anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja,
belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal
yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang
terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu
yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang
unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirnya
secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang
dibangunnya.
3. Faktor sekolah.
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebagai lembaga yang harus
mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi sekolah terlebih dahulu harus
dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu, lingkungan sekolah yang
tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang
monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya
fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan
kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu
masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting.
Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan,
serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara
kekerasan (walau dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4. Faktor lingkungan.
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami,
juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan
rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku
buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang
sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara)
yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar
sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang
berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi
5. Pacar. Tak heran dengan kata pacar maupun kekasih atau bisa diartikan pujaan hati dikalangan pelajar/mahasiswa.didalam kesehariannya individu mempunyai rasa hal yang manusiawi contohkan sifat tidak puas,ingin memiliki,ingin menang,dll. di kalangan remaja pacaran merupakan masa - masa puber/masa dimana seseorang akan mengetahui siapa dirinya..namun banyak remaja dimasa kedewasaannya ini terpengaruh oleh pergaulan negatif. yang menyebabkan kesalah pahaman..misal : sayang pacara sedang kerja kelompok dengan orang laen dikira hal" yang negatif..
6. GENG. didalam pelajar/mahasiswa setidak-tidaknya pasti ada geng.GENG ini lah yang sangan meresahkan semua kalangan,tak bisa di pungkiri yang namanya geng itu pasti mempunyai jiwa gengsi yang besar
7. EKONOMI. tak usah dijelaskan lagi intinya saling ejek menilbulkan tak puasan.
artikel ini saya susun dengan berbagai sumber....
maka saya meminta saran dan kritiknya untuk menyempurnakan artikel ini....
maka saya meminta saran dan kritiknya untuk menyempurnakan artikel ini....
2 comments:
ternyata memang banyak hal yang mempengaruhinya
Ya, jangan heran kalau anggota DPR kita juga gaduh karena sejak pelajat mereka suka pelajaran "Ekstrakurikuler" seperti itu
Posting Komentar